LKKI.net | Bagi pelaku industri kertas tentu tahu kiprah PT Alkindo Naratama Tbk, perusahaan ini tumbuh pesat di bisnis yang terkait dengan kertas. Perusahaan ini tak bisa disepelekan besarannya karena per tahun omset bersihnya sudah mencapai Rp 1,1 triliun (tahun 2020). Melansir bintangbisniscom, PT Alkindo Naratama Tbk (Alkindo) yang pabriknya di Kawasan Industri Cimareme, Bandung ini memproduksi honeycomb, edge protector, papercore dan papertube.
Papercore itu jenis bahan kertas yang dibutuhkan untuk kerajinan kertas, kemasan fleksibel, kertas karton bergelombang, alumunium foil, bungkus plastik, dan kertas duplex. Perusahaan ini juga memproduksi box kemasan seperti box kue, nampan, box kertas, mangkuk kertas, gelas kertas, dan kemasan makanan. Bahkan juga memproduksi edge protector yang biasanya dipakai untuk pelindung barang elektronik, furnitur dan barang pecah belah lainnya.
Baca Juga:
Praktik Produksi MinyaKita Palsu Dibongkar Polrestabes Bandung
Sukses PT Alkindo Naratama Tbk tak bisa dilepaskan dari sejarah orang yang mendirikan perusahaan itu, Lili Mulyadi Susanto. Pak Lili Mulyadi ini pengusaha asli Bandung, lahir di Bandung pada tanggal 10 April 1955. Sejak awal Lili memulai usaha, ia memang berkutat di industri kertas. Awalnya hanya memulai usaha dari membuat kertas kado hingga memotong kertas stensil. Ia sangat sibuk dalam proses merintis usaha itu sehingga karena kesibukannya dan kuatnya cita-cita agar bisa sukses berbisnis, ia tidak sempat menyelesaikan studinya di Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Lili Mulyadi juga tipe pengusaha yang merintis bisnis dari nol. Pada awalnya Lili Mulyadi melihat ada kesempatan untuk menggarap bisnis bidang kertas hadiah (kertas kado). Selain itu ia juga menekuni usaha daur ulang kertas. Modal utama dia, punya kemauan besar dan tekun bekerja serta berusaha melakukan pekerjaan dengan hasil yang baik. Di awal usaha, ia membuka usaha pemotong kertas stensilan dimana kertas lalu dibagikan ke sekolah-sekolah, instansi pemerintah, dan toko-toko alat tulis. Usaha skala kecil itu dijalaninya dengan tekun hingga terus bisa survive.
Sekitar tahun 1989 ia mulai melihat ada peluang baru. Di Bandung saat itu banyak sekali pabrik tekstil hingga dikenal sebagai kota tekstil, dan disana dibutuhkan gelendong dari kertas untuk roll benang. Perusahaan-perusahaan tekstil butuh converted kertas guna membungkus produk mereka. Lili kemudian memberanikan diri untuk memulai bisnis konversi kertas, artinya mencoba peluang usaha baru. Ia menggabungkan pengalamannya dan kemauannya untuk belajar banyak tentang permesinan baru dan cara-cara produksi baru.
Baca Juga:
Pospay Run 2024 Digelar Minggu 3 November 2024, Hadiah Total Rp 150 Juta dan Doorprize Menanti
Lili kemudian bersinergi dengan partner bisnisnya hingga sekarang, yakni Herwanto Sutanto. Lalu didirikan PT Alkindo, memproduksi gelendong untuk memenuhi kebutuhan dari perusahaan benang. Ya, permintaannya waktu itu sangat tinggi mengingat banyak pengusaha tekstil dan benang tinggal di Bandung di mana Alkindo dibangun. Gelendong yang dihasilkan adalah papertube untuk roll benang. Gelendong itu sendiri dibuat dari kertas karton inti yang merupakan kertas daur ulang. Seiring dengan perkembangan tektile dan mesin benang teknologi ini, permintaan dari papertubes untuk berbagai spesifikasi pun dikembangkan seperti ketebalan, warna, dll.
Sinergi Lili dan Herwanto rupanya sangat cocok. Keduanya merupakan partner bisnis yang saling melengkapi, sesama pemegang saham yang saling memperkuat. Lili punya banyak pengalaman dan punya kejelian dalam menemukan peluang bisnis baru, sedangkan Herwanto punya kompetensi di bidang pemasaran, operasional dan produksi. Tak heran bila bisnis Alkindo terus maju berkembang, jenis produk yang dihasilkan juga makin bertambah. Pada tahun 2007, misalnya Alkindo mulai memproduksi honeycomb, papercore, dan edge protector (pelindung tepi). Alkindo juga menghasilkan produk varian kertas terbuat dari sarang lebah.
Bila pada awalnya, Alkindo hanya memiliki satu pabrik di Cimareme dengan luas lahan 1,96 ha dan luas bangunan 1,67 ha untuk memproduksi papertube, maka pabriknya pun kemudian ditambah seiring perkembangan usaha. Pada tahun 2010 Alkindo membangun pabrik baru lainnya di dekat pabrik pertama. Pabrik baru itu diatas lahan 4,3 ha dan luas bangunan 1,63 ha. Pabrik ini dibangun terutama untuk menghasilkan honeycomb, Papercore dan pelindung tepi bersama dengan semua varian lainnya. Alkindo pun tak hanya memasarkan produknya dalam negeri, namun juga ekspor.
Lili dan partner bisnisnya terus mengembangkan Alkindo. Tahun 2018 lalu, untuk mendukung percepatan usaha, perusahaannya mengakuisisi perusahaan milik pihak lain yang bisnisnya memasok bahan baku kertas, yaitu PT Eco Paper Indonesia. PT Eco Paper Indonesia ini dibeli dengan nilai transaksi mencapai Rp 198 miliar dan kemudian menjadi anak usaha Alkindo. Akuisisi ini jelas penting karena selama ini perusahaan itu memang memasok kebutuhan bahan baku Alkindo Naratama sekitar 20%. Dengan akuisisi ini, Alkindo akan mengamankan kebutuhan bahan baku dan menjadi perusahaan kertas konversi terintegrasi hulu-hilir.
PT Eco Paper Indonesia itu sendiri bukan satu-satunya anak usaha Alkindo karena perusahaan itu juga punya dua anak usaha yang lain, yakni PT SWISSTEX NARATAMA INDONESIA yang bergerak di bidang dan PT ALFA POLIMER INDONESIA. PT Alfa Polimer Indonesia didirikan pada tahun 2007, sebagai perusahaan perekat berbasis air dan produsen bahan kimia khusus untuk beragam aplikasi industri. Mereknya mulai dari Alfachem hingga AlfaBond.
Sedangkan PT Swisstex bergerak dalam bidang penjualan (distributor) bahan kimia untuk benang dan tekstil, agen dari sejumlah prinsipal baik berasal dari lokal maupun dari luar negeri. Pelanggan-pelanggan besar Swisstex misalnya PT Famatex, PT Sri Rejeki lsman, PT Tyfountex Indonesia, PT Tokai Texprint Indonesia, PT Argo Pantes, dan lain-lain. Adapun produk yang dijual jenis Novacron,Terasil, Novasol, Lyoprint, Albatex, Eriopon, Uvitex, Polyprint dan Stiffener. Penjualan dan laba bersih SNI terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Tentu saja kita bisa belajar dari Pak Lili dalam membesarkan usaha. Awalnya hanya jualan kertas kado namun kini menjadi pelaku industri besar kelas nasional yang juga sudah ekspor ke sejumlah negara. (JP)