Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, DMO batu bara ditujukan untuk mengatur volume dan harga batu bara untuk industri di dalam negeri, sebagaimana diatur oleh pemerintah di dalam Peraturan Menteri ESDM.
Jika aturan DMO dilepas, maka menurutnya ini akan berdampak pada kepastian pasokan batu bara dalam negeri dan juga lonjakan biaya yang pada ujungnya bisa berdampak pada kenaikan subsidi atau tarif listrik masyarakat.
Baca Juga:
Irjen Pol Sumadi Kembali Bawa Pulang Piala Bergilir Turnamen Golf Gatrik IKAPELEB KESDM 2024
Dampak kedua bila DMO ini dicabut yaitu adanya kenaikan harga batu bara yang akan berdampak langsung pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Kenaikan ongkos produksi ini menurutnya juga akan berdampak langsung pada subsidi dan kompensasi listrik dari pemerintah ke PLN.
"Jadi biaya di PLN disalurkan langsung pada dua hal, subsidi dan kompensasi, apakah dengan kenaikan ini kita siap untuk menaikkan subsidi dan naikkan kompensasi," tanyanya.
Dan kemudian, imbuhnya, jika tariff adjustment (tarif penyesuaian untuk golongan pelanggan non subsidi) semisal dilepas akibat dari kenaikan BPP, maka subsidi untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA akan naik. Kenaikan biaya PLN juga akan langsung berdampak pada kenaikan tarif listrik ke konsumen yang tidak disubsidi.
Baca Juga:
Daftar Lengkap Pemenang Turnamen Golf Piala Bergilir Gatrik 2024 IKAPELEB KESDM
"Subsidi saat ini masih ditanggung negara dalam bentuk kompensasi, apakah kita mau naikkan tarif listrik masyarakat akibat lepas DMO?" ucapnya.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, konsumsi batu bara untuk domestik sekitar 130 juta ton. Setiap ada kenaikan US$ 1 saja, maka biaya akan naik US$ 130 juta atau sekitar Rp 2 triliun. Saat ini harga batu bara di pasar dia sebut ada di sekitar US$ 180 per ton dan harga DMO batu bara untuk pembangkit listrik saat ini US$ 70 per ton.
"Ada US$ 100 perbedaan, kira-kira 130 juta dikali US$ 100 maka US$ 13 miliar, kalau high rank coals, ini kan low rank coal jadi perbedaan bukan US$ 100 tapi US$ 60-70 kali 130 sekitar US$ 8-9 billion, penambahan Rp 130 triliun per tahun," jelasnya.