Penandatanganan kerja sama tersebut disaksikan langsung oleh Wakil Menteri BUMN I, Pahala Mansury beserta Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo dan juga Direktur Utama PTBA Arsal Ismail.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail sempat mengatakan, pengambilalihan PLTU Pelabuhan Ratu milik PT PLN (Persero) akan terjadi pada kuartal I 2023.
Baca Juga:
KPK Sita 15 Tanah & Bangunan dari Pemilik PT Jembatan Nusantara Senilai Ratusan Miliar
Dia menjelaskan, hingga akhir 2022 lalu rencana pengambilalihan PLTU ini masih berproses secara rinci, termasuk juga masalah regulasinya.
"Regulasi masih berhubungan dengan pihak-pihak terkait, kuartal I tahun depan akan ada kejelasan," ungkap Arsal di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Arsal menjelaskan usai MoU, PTBA dan PLN akan melakukan proses due diligence (uji tuntas) untuk program early retirement PLTU tersebut. Oleh karena itu pula, nilai transaksi antara PTBA dan PLN belum bisa diketahui, karena masih berproses.
Baca Juga:
Kasus Korupsi PT ASDP, KPK Panggil Ulang Pemilik PT Jembatan Nusantara Grup
Arsal membeberkan dengan adanya program pengakhiran lebih awal, masa operasional PLTU Pelabuhan Ratu akan terpangkas dari 24 tahun menjadi 15 tahun. Penurunan masa operasional tersebut akan dibarengi oleh potensi pemangkasan emisi karbondioksida (CO2) ekuivalen sebesar 51 juta ton atau setara Rp 220 miliar.
Keikutsertaan PTBA dalam rencana early retirement PLTU Pelabuhan Ratu ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis. PLTU Pelabuhan Ratu merupakan tulang punggung pasokan listrik di wilayah bagian selatan Pulau Jawa.
Berdasarkan lokasi geografis, tata kelola PLTU Pelabuhan Ratu relatif lebih mudah diintegrasikan dengan sistem rantai pasok PTBA. Kebutuhan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun. Hal tersebut selaras dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk pemanfaatan cadangan batu bara PTBA.