LKKI.net | Pemerintah baru saja mengumumkan kenaikan tarif listrik untuk golongan pelanggan rumah tangga di atas 3.500 VA.
Dengan kenaikan ini, maka tarif listrik golongan rumah tangga khususnya yang non subsidi paling rendah Rp 1.352,00/kWh dengan daya 900VA RTM dan tertinggi Rp 1.699,53 kWh dengan daya 3.500VA ke atas.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Tarif listrik yang akan berlaku pada 1 Juli tersebut menarik untuk dibandingkan negara-negara tetangga. Apakah tarif listrik Indonesia lebih mahal atau justru lebih murah. Berikut faktanya:
1. Tarif Listrik Malaysia Paling Rendah Rp 719/kWh
Listrik di Malaysia sendiri dilayani oleh perusahaan Tenaga Nasional Berhad (TNB). Sama dengan Indonesia, listrik yang dijual ke masyarakat dibagi menjadi beberapa golongan pelanggan. Khusus untuk tarif domestik (domestic tariff) terbagi menjadi lima kelompok.
Baca Juga:
Bebani Konsumen Listrik, YLKI Desak Pemerintah Batalkan Power Wheeling
Ada yang membedakan penerapan tarif listrik di Malaysia dengan Indonesia. Di Malaysia, berlaku tarif progresif di mana semakin besar penggunaan listrik maka akan semakin besar tarif yang dikenakan.
Seperti dikutip dari tnb.com.my, Selasa (14/6/2022), penggunaan 200 kWh pertama (1-200 kWh) akan dikenakan 21,80 sen ringgit per kWh. Artinya, untuk per kWh dikenai tarif sekitar Rp 719,4 (asumsi kurs Rp 3.300).
Kemudian, untuk 100 kWh berikutnya (201-300kWh) dikenakan tarif 33,40 sen/kWh (Rp 1.135,2/kWh). Untuk 300 kWh berikutnya (301-600 kWh) tarifnya 51,60 sen/kWh (Rp1.702,8/kWh).
Lalu, untuk 300 kWh berikutnya (601-900kWh) 54,60 sen/kWh (Rp 1.801,8/kWh). Kemudian, untuk kWh selanjutnya (901 kWh hingga seterusnya) 57,10 sen/kWh (Rp 1.884,3/kWh).
Di Malaysia juga berlaku tarif minimum bulanan sebesar 3 ringgit atau sekitar Rp 9.900.
Sementara, di Indonesia tarif untuk pelanggan rumah tangga yakni sebagai berikut:
1. 900VA RTM Rp 1.352,00/kWh
2. 1.300VA Rp 1.444,70/kWh
3. 2.200VA Rp 1.444,70/kWh
4. 3.500-5500VA Rp1.699,53/kWh
5. 6.000VA ke atas Rp1.699,53/kWh.
Siapa yang tarif listriknya paling mahal?
2. Listrik di Singapura Paling Mahal
Di Malaysia, penerapan tarif listrik untuk pelanggan domestik berlaku progresif. Semakin besar penggunaan listriknya, maka akan semakin mahal tarif listrik yang dibayarkan per kWh-nya.
Untuk pemakaian 200 kWh pertama (1-200 kWh) akan dikenai tarif sebesar 21,80 sen ringgit atau sekitar Rp 719,4/kWh (asumsi kurs Rp 3.300). Kemudian, pemakaian paling besar yakni 901 kWh ke atas dikenakan tarif 57,10 sen/kWh atau sekitar Rp 1.884,3/kWh.
Tarif progresif ini juga berlaku di Thailand. Di Negara Gajah Putih, untuk pemakaian 15 kWh pertama (0-15 kWh) dikenakan US$ 0,08/kWh atau sekitar Rp 1.176/kWh (asumsi kurs Rp 14.700). Untuk 10 kWh berikutnya (16-25 kWh) sebesar US$ 0,10/kWh atau sekitar Rp 1.470/kWh, dan yang paling tinggi ialah pemakaian 400 kWh ke atas dengan tarif yang dikenakan US$ 0,14/kWh atau sekitar Rp 2.058/kWh.
Vietnam juga menerapkan skema serupa untuk pelanggan golongan rumah tangga. Pemakaian 0-50 kWh dikenakan 1.678 Vietnam dong atau sekitar Rp 1.057,14 (asumsi Rp 0,63). Berikutnya untuk 51-100 kWh sebesar 1.734 Vietnam dong atau sekitar Rp 1.092,42. Tarif paling tinggi ialah untuk 401 kWh ke atas dengan tarif 2.927 Vietnam dong/kWh atau sekitar Rp 1.844,01/kWh
Tarif listrik di Singapura saat untuk periode April hingga Juni 2022 sebesar US$ 27,94 sen atau sekitar Rp 4.107,18/kWh sebelum pajak. Tarif ini naik sebanyak 9,9% atau 2,49 sen dibanding kuartal sebelumnya.
Sementara, tarif listrik di Filipina untuk keseluruhan sebesar 10,4612 peso per kWh atau sekitar Rp 2.887,29/kWh (asumsi kurs Rp 276). Tarif ini baru saja mengalami kenaikan sebesar 0,3982 peso.
3. Rahasia Malaysia Bisa Jual Listrik Murah
Harga komoditas telah mengalami peningkatan beberapa waktu belakangan ini. Ada berbagai macam sebab, di antaranya pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina.
Tingginya harga komoditas itu memberi dampak yang luas, termasuk tarif listrik. Namun, persoalan harga komoditas ini bisa diatasi Malaysia sehingga bisa menjual listrik tetap murah.
Dikutip dari Daily Express, tekanan biaya pada pembangkitan dikelola dengan menggunakan sistem Imbalance Cost Pass Through (ICPT) yang ditinjau setiap enam bulan. Dengan sistem itu, jika terjadi kenaikan biaya bahan bakar dan pembangkitan, maka biaya tambahan yang dikenakan akan disalurkan kepada masyarakat.
Penyesuaian ICPT terbaru untuk periode dari 1 Februari hingga 30 Juni 2022. Dengan begitu, masyarakat Malaysia bisa menerima potongan harga 2 sen untuk setiap kWh yang digunakan. Sementara, biaya tambahan minimum sebesar 3,70 sen/kWh dikenakan ke pengguna industri dan komersial.
Biaya tambahan ini dikenakan menyusul kenaikan biaya bahan bakar menjadi 1,67 miliar ringgit untuk periode Juli hingga Desember 2021. Sementara, harga rata-rata batu bara melonjak menjadi US$200/ton.
Untuk memastikan pengguna domestik terus menikmati potongan harga 2 sen untuk setiap kWh, pemerintah telah menggunakan dana sebesar 715 juta ringgit yang disediakan oleh Electricity Industry Fund.
Sistem semacam subsidi silang ini bekerja di mana sektor non domestik membayar tarif lebih tinggi untuk menutup biaya listrik konsumen domestik di bawah 300 kWh.
Sementara, menurut Komisi Energi, salah satu faktor rendahnya tarif listrik Malaysia ialah pemanfaatan energi campuran atau energi mix untuk menghasilkan listrik. Jika Singapura memanfaatkan gas alam yang harus impor, Malaysia memanfaatkan bauran energi seperti batu bara, gas alam, dan energi matahari.
"Keragaman campuran pembangkitan telah memungkinkan biaya pembangkitan listrik menjadi lebih stabil di Malaysia, sehingga memungkinkannya untuk mengenakan tarif dengan tarif yang wajar," bunyi laporan tersebut.
"Selain itu, tarif listrik Malaysia menggunakan unsur subsidi silang dari pengguna di kategori komersial dan industri ke pengguna domestik untuk tujuan pemerataan," tambahnya. [JP]