LKKI.net | Pemimpin partai oposisi utama Turki menolak untuk membayar tagihan listriknya sampai Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mencabut kenaikan harga-harga baru-baru ini. Penolakan ini disampaikannya seiring tanda-tanda ketidakpuasan publik atas lonjakan inflasi muncul di seluruh negeri.
Dilansir detikcom dari kantor berita Reuters, Kamis (10/2/2022), pada bulan Januari lalu, inflasi melonjak menjadi hampir 50% setelah jatuhnya mata uang Turki akhir tahun lalu, yang dipicu oleh kebijakan suku bunga rendah yang tidak lazim dari Erdogan, meningkatkan biaya hidup bagi warga Turki yang sudah harus bersusah-payah untuk memenuhi kebutuhan.
Baca Juga:
Belanda Bangkit, Menang 2-1 atas Turki di Euro 2024 Berlin
Sebagai tanggapan, pemerintah telah menaikkan upah minimum sebesar 50% tetapi juga menaikkan harga gas, listrik, bensin dan jalan tol untuk memperhitungkan volatilitas harga impor.
"Saya tidak akan membayar tagihan listrik saya mulai hari ini sampai Erdogan mencabut kenaikan harga-harga yang dia tandatangani pada 31 Desember," kata pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP) Kemal Kilicdaroglu pada Rabu (9/2) malam waktu setempat.
Dalam video yang dirilis di akun Twitter-nya, Kilicdaroglu juga menyerukan pengurangan pajak pertambahan nilai yang dikenakan pada tagihan listrik menjadi 1% dari 18%.
Baca Juga:
Timnas Turki Menang Melawan Georgia di Euro 2024 Skor 3-1
Harga listrik dinaikkan sebanyak 125% untuk pengguna komersial dengan permintaan tinggi dan sekitar 50% untuk rumah tangga dengan permintaan rendah pada awal Januari.
Pengumuman Kilicdaroglu ini muncul setelah para pemilik toko, dewan kota dan kelompok komunitas agama berbicara minggu ini tentang kenaikan tagihan listrik.
Beberapa pemilik restoran memposting pemberitahuan di jendela yang menyoroti tagihan listrik yang membengkak. Sementara minoritas agama di Turki, Alevi memutuskan untuk tidak membayar tagihan listrik untuk tempat ibadah mereka.