LKKI.net | PT PLN (Persero) melakukan sejumlah upaya untuk memitigasi perubahan iklim, salah satunya dengan memaksimalkan operasional pembangkit yang ada dan secara paralel mengganti pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan.
Direktur Perencanaan Korporat PLN, Evy Haryadi mengatakan, PLN telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Selain dukungan penugasan dari pemerintah, juga sebagai bentuk tanggung jawab PLN sebagai bagian warga dunia untuk bersama-sama memitigasi dampak perubahan iklim.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), serta komitmen untuk implementasi _Net Zero Emission_ pada tahun 2060." kata Evy, dalam diskusi _Role of G20 Power Utilities in Climate Mitigation Efforts_ di Bali, Senin (29/8).
Menurut Evy, untuk memitigasi perubahan iklim mencapai netralitas karbon PLN membutuhkan kapasitas listrik terpasang sebesar 413 Gigawatt (GW) yang 75 persennya berasal dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan didukung oleh 19 GW interkoneksi dari Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara ke Jawa.
"Porsi besar dalam bauran tersebut akan berasal dari energi terbarukan dengan 308 GW kapasitas terpasang," tuturnya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Evy melanjutkan, PLN juga berencana menerapkan teknologi _carbon capture and storage_ (CCS) atau penangkapan karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), menerapkan mekanisme transisi energi dengan mempensiunkan dini PLTU dan penerapan teknologi baru seperti biomassa dan hidrogen.
Evy mengungkapkan, untuk menjalankan upaya pencapaian target _carbon neutral_ pada 2060 tersebut, PLN membutuhkan investasi untuk mencapai sebesar 614 Miliar dolar AS, di mana 596 Miliar dolar AS adalah investasi kapasitas listrik dan 18 Miliar dolar AS adalah investasi interkoneksi.
Upaya ini pun perlu didukung oleh sejumlah hal, pertama tentang pembiayaan transisi energi, melalui akses ke pembiayaan hijau berbiaya lebih rendah, hibah pembangunan dan dukungan kerja sama antar pemerintah/negara.