Penerima bantuan mesin, Syafri Jamal mengatakan, pabriknya dapat menghemat biaya operasional hingga sekitar 60 persen dengan memanfaatkan mesin elektro motor.
Sebelumnya, Syafri merogoh kocek untuk pembelian BBM solar sebanyak 35 liter per minggu atau sekitar Rp 245 ribu. Kini, pihaknya hanya mengeluarkan biaya Rp 100 ribu per minggu untuk pembelian token listrik.
Baca Juga:
Kembangkan Eduwisata Lebah di Garut, PLN Haleyora Power Salurkan Bantuan Alat Pengolahan Madu
"Dengan mesin yang baru ini efisiensi yang kami dapatkan cukup besar. Sebelumnya kami harus membeli BBM solar rata-rata Rp 980 ribu untuk penggunaan mesin diesel dompel selama satu bulan. Dengan mesin baru hanya perlu beli token sekitar Rp 400 ribu setiap bulannya,’’ jelasnya.
Pabrik yang mengolah 12 ton tebu menjadi gula merah tebu setiap minggunya ini telah memasarkan produknya ke berbagai wilayah di Sumbar, Riau, Jambi, Palembang, dan Medan. Selain lebih efisien, Syafri mengatakan, penggunaan mesin tersebut menjadikan operasional pabrik lebih efektif.
"Jadi keuntungan kami bukan hanya dari segi harga. Lingkungan pabrik juga jadi tidak berisik, sehingga komunikasi dengan anggota pabrik lebih maksimal. Kemudian tidak ada lagi pembuangan solar yang berpotensi mengotori lingkungan. Kualitas produk juga jadi lebih baik,’’ lanjut Syafri.
Baca Juga:
Pendapatan PLN Tumbuh Signifikan Mencapai Rp487 Triliun, Ditopang Peningkatan Penjualan Tenaga Listrik
Di sisi lain, program Electrifying Agriculture sendiri mendapat dukungan dari perbankan. Kepala Seksi Pemasaran Bank Nagari Cabang Bukittinggi, Yustinar memastikan Bank Nagari siap memfasilitasi petani-petani yang ingin beralih ke mesin listrik dengan pinjaman berbunga rendah untuk pembelian mesin.
‘’Setuju dengan PLN, kami juga mendukung electrifying lifestyle untuk membuat petani-petani tebu kita semakin maju. Bagi Bapak/Ibu yang ingin melakukan pembelian mesin elektro listrik dan terkendala pada modal awal, Bank Nagari siap membantu," lanjut Yustinar. [JP]